Saya teringat pada sebuah cerita
rakyat yang sangat terkenal berjudul “Bawang Merah dan Bawang Putih”. Saya
yakin setiap kita pasti tidak asing dengan cerita yang satu ini. Bawang Putih
yang saat itu mengejar pakaian ibu tirinya yang hanyut, menemukannya ada di
rumah seorang nenek yang rumahnya dekat dengan muara sungai. Kemudian selama
seminggu dia diajak oleh si nenek untuk menginap di rumahnya. Selama seminggu
itu Bawang Putih bekerja dengan rajin. Sebagai hadiah dia diminta oleh si nenek
untuk memilih satu dari dua buah labu untuk dibawa pulang, ada yang besar dan
yang kecil, dan Bawang Putih memilih yang kecil. Sesampainya di rumah ia sangat
terkejut karena ketika membuka labu tersebut, rupanya di dalamnya berisi permata
dalam jumlah yang tidak sedikit. Bawang Merah pun iri, ia juga menginginkan hal
yang sama. Kemudian dengan sengaja ia menghanyutkan pakaiannya di sungai yang
sama, mengejarnya dengan mengarahkan langkah kakinya menuju ke rumah nenek itu,
menanyakan pakaiannya, menginap dan akhirnya memilih labu yang besar dari dua
yang ditawarkan ketika ia hendak pulang. Apa yang ditabur itulah juga yang
dituai, pepatah mengatakan demikian. Bawang Merah yang semasa tinggal di rumah
si nenek ia hanya bermalas-malasan saja, ketika ia membuka labu yang ia terima
dari si nenek betapa terkejutnya ia, bukan permata yang banyak seperti yang ia
harapkan, justru hewan-hewan berbisa seperti ular dan kalajengkinglah yang ia
dapatkan.
Saudara yang terkasih, kerapkali
kita mendengar cerita-cerita semacam ini, barangsiapa mengejar harta karun,
harta kekayaan, jabatan dan semacamnya, ia akan berakhir pada celaka. Penekanan
utama cerita-cerita semacam ini bukan pada boleh atau tidak mencari uang,
kemakmuran, dan semacamnya, tetapi lebih kepada bagaimana kita memperlakukan
uang dan hal semacamnya itu dalam kehidupan kita.
Firman Tuhan dalam Matius 6:24
berkata demikian, “Tak seorangpun dapat
mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang
dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak
mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada
Mamon.”
Mamon sebenarnya tidak hanya
berbicara mengenai uang saja. Hal lainnya pun dapat menjadi Mamon dalam
kehidupan kita, misalnya pekerjaan yang terlalu kita agung-agungkan, hobi yang
terlalu kita cintai, jabatan dan status yang hanya ingin didapat untuk
kehormatan, dan lain sebagainya. Apabila kita menempatkan hal tersebut terlalu
tinggi dibandingkan dengan Allah, maka kita sudah menjadikan hal-hal tersebut
sebagai Ilah-ilah dalam kehidupan kita.
Saudara yang terkasih, ingatlah
bahwa Allah kita adalah Allah yang cemburu. Pernyataan ini bukan berarti ingin
menunjukkan bahwa Allah kita adalah Allah yang posesif dan egois. Tetapi mari
kita tilik diri kita, bukankah kita juga tidak mau jikalau kita diduakan.
Ketika kita sedang berbicara dengan orang lain, bukankah kita tidak ingin
apabila lawan bicara kita tidak mengindahkan kita dan sibuk berbicara dengan
orang lain? Ketika kita sedang berbicara dengan orang lain, tentu kita tidak
ingin ia berbicara tetapi tetap sibuk mengotak-atik telepon genggamnya? Ketika
kita sudah menikah, bukankah kita tidak ingin pasangan kita menikah lagi dengan
orang lain? Begitulah juga yang dimaksudkan oleh Allah bahwa Ia tidak ingin
umat-Nya menduakan dia. Kecemburuan yang Ia rasakan bukan berdampak bahwa Ia
akan marah, tetapi lebih kepada Ia merasakan kesedihan yang mendalam atas cinta
dan keimanan kita kepada Ilah yang lain itu, yang palsu itu, uang, harta,
kehormatan, pekerjaan, jabatan, dan lain sebagainya.
Saudara yang terkasih, oleh
karena itu marilah kita bertanya kepada diri kita masing-masing, sudah sejauh
apa kita menempatkan Allah di dalam kehidupan kita? Sudahkah kita menempatkan
Ia sebagai yang utama atas hidup kita? Sudahkan Ia menjadi sumber pencarian
kita atas kebahagiaan, kemakmuran dan kedamaian yang kita harapkan? Matius 6:33
berbunyi demikian, “Tetapi carilah dahulu
Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” Jangan
beriman kepada Ilah-ilah palsu itu. Mereka tidak dapat memberikan kebahagiaan
sejati, kedamaian sejati, hanya Allah saja yang dapat, karena Ia sendirilah
Sang Sejati itu.
Selamat menghayati.
Tuhan Allah memberkati kita
sekalian..
Casinos that offer Live Dealer Gaming in Singapore - LuckyClub
BalasHapusWelcome to LuckyClub, the best online luckyclub.live casino site in Singapore. We provide the newest and most exciting live casino games to play in various countries.