Followers

Rabu, 11 Januari 2017

Surat Penggembalaan tentang Wawasan Kebangsaan


Indonesia baru-baru ini dihebohkan dengan berbagai macam berita. Salah satu berita yang menghebohkan adalah pengakuan dari salah satu terpidana hukuman mati Fredy Budiman, gembong narkoba internasional, yang mengaku bahwa dari dalam sel pun dia masih bisa mengendalikan bisnis narkotikanya. Dia mengaku bahwa semua itu bisa terjadi karena ada peran oknum penjara dan polisi yang membantunya. Berita lain yang hampir serupa, dari terpidana hukum mati lainnya, Michael Titus, dia mengaku bahwa dirinya dijadikan sebagai korban polisi untuk kenaikan jabatan. Michael mengaku bahwa dirinya sama sekali tidak terlibat kasus narkoba, namun polisi memaksanya untuk  mengaku demikian, supaya oknum polisi itu mendapatkan keuntungan pribadi dari pengakuan itu. Memang kedua berita di atas masih harus dibuktikan kebenarannya. Sangat baik apabila berita ini terbukti tidak benar. Namun sangat disayangkan sekali apabila terbukti demikian adanya. Dan ini bisa membuktikan bagaimana keberlangsungan hidup Bangsa Indonesia, yang sampai hari ini masih saja dibelenggu dengan perkara-perkara yang menjatuhkan reputasi bangsa ini.

Tahun 2016 ini, di tanggal 17 Agustus, bangsa kita tepat berumur 71 tahun. 71 tahun memperoleh kemerdekaan setelah dijajah beratus tahun lamanya. Pertanyaan yang selalu dilontarkan setiap peringatan ini adalah: apakah sesungguhnya Indonesia sudah benar-benar merdeka? Jika kembali pada dua contoh kasus di atas saja, maka kita bisa melihat bahwa kemerdekaan yang sejati itu sesungguhnya belum ada di tangan kita bangsa Indonesia. Berikut adalah hal-hal yang masih meresahkan bangsa kita hingga hari ini.

1.      Korupsi. Bukan hal yang asing lagi kata ini hampir selalu masuk ke dalam tajuk utama pemberitaan media massa.  Fakta-fakta yang tersaji di media massa baik cetak maupun elektronik, menunjukkan bahwa bangsa kita hidup dalam bayang-bayang para koruptor yang menggeroti harta negara untuk kepentingan pribadi mereka. Beberapa tahun belakangan ini, terutama semenjak dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2002, mulai terkuak banyak kasus-kasus penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi para pejabat terkait, baik dari tingkat daerah paling bawah hingga pejabat tingkat pusat. Itu baru beberapa tahun terakhir. Bayangkan bagaimana dengan bertahun-tahun yang lalu sebelum hal korupsi menjadi buah bibir dan fakta di Indonesia, bisa saja jumlahnya jauh lebih banyak dari dugaan kita.

2.      Pelanggaran HAM. Tahun 2016 ini Indonesia dihebohkan dengan berita kekejaman dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh 14 pemuda kepada seorang gadis muda belia bernama Yuyun. Tidak hanya melakukan kekerasan seksual saja, ke-14 pemuda ini juga membunuh Yuyun dengan cara yang keji. Apa yang terjadi pada Yuyun ini adalah satu bagian kecil ironi pelanggaran HAM yang terjadi di negara kita Indonesia. Selain kasus Yuyun, ada banyak kasus pelanggaran yang terus terjadi di tanah air kita.

3.      Konflik atas nama suku, agama dan ras. Negara kita punya beberapa sejarah kelam konflik yang mengatasnamakan suku, agama dan ras. Sebut saja konflik Sampit, konflik Poso, konflik Tolikara, konflik Singkil, dan konflik-konflik lainnya. Terjadinya konflik-konflik ini karena di tengah kayanya Indonesia akan berbagai macam suku, agama, dan budaya, masih saja ada golongan-golongan yang eksklusif dan menjauhkan diri dari golongan lainnua, sehingga ketika bersinggungan bisa menjadikan itu sebuah konflik yang tidak sedikit merugikan kerugian materiil, terutama korban jiwa termasuk mereka yang tidak bersalah.

4.      Minimnya rasa nasionalisme dan rasa memiliki yang besar terhadap bangsa ini. Presiden Republik Indonesia periode ini, Bpk. Ir. Joko Widodo, mencetuskan apa yang disebutkan dengan revolusi mental. Seruan ini beliau ungkapkan sebagai bagian dari pentingnya kesadaran warga negara Indonesia untuk membangun mentalitas yang maju dan peka akan kondisi negara di waktu-waktu lalu hingga hari ini. Mentalitas bangsa yang ada saat ini harus banyak dibenahi untuk menumbuhkan kesadaran bahwa bangsa ini butuh tanggung jawab dari seluruh warga negaranya untuk bisa menjadi negara yang berkembang dan maju, tidak hanya tugas dari para pejabat pemerintahan saja.


Demikian di atas adalah hal-hal yang mendasar yang masih terus menjadi wacana utama dan menjadi permasalahan-permasalahan utama yang membayangi berjalannya Republik Indonesia hingga hari ini. Lalu bagaimana dengan kita sebagai warga gereja yang menjadi bagian dari keistimewaan negara ini? Apa yang bisa kita lakukan untuk turut membantu membangun kebaikan bagi bangsa kita ini?

1.      Membangun kehidupan bertoleransi. Bangsa Indonesia dianugerahi kekayaan yang luar biasa besar oleh Tuhan. Tidak hanya sumber daya alam, tetapi Indonesia juga kaya dengan agama dan kebudayaan yang bermacam-macam. Kondisi ini seharusnya menjadikan kita sebagai orang-orang yang bersyukur dengan kekayaan ini. Allah menghendaki supaya kita saling mengasihi sesama, tanpa pilih-pilih seperti yang Allah lakukan. Oleh sebab itu, terhap sesama kita, kaya atau miskin, sesama Kristen atau bukan, sesuku atau tidak, kita harus saling menghargai dan menghormati pilihan hidup yang diambil oleh orang lain. Kesadaran ini dapat menciptakan sebuah harmoni dan perdamaian yang indah yang bisa dituai oleh generasi-generasi Indonesia berikutnya.

2.      Memberikan pendidikan iman bagi generasi muda. Korupsi, pelanggaran HAM, konflik-konflik dan tindak kejahatan lainnya sebagian besar bisa terjadi karena minimnya pendidikan yang baik yang tersedia bagi generasi muda penerus bangsa. Oleh sebab itu, sangat baik apabila melalui pendidikan iman di rumah (oleh orang tua) dan pendidikan iman di gereja (Sekolah Minggu) mulai memberikan bekal-bekal iman yang baik sebagai modal pembentukan karakter yang baik bagi generasi muda. Dalam hal ini bukan diajarkan sebagai kaum yang militan /fanatik, namun lebih kepada memberikan pemahaman/ajaran-ajaran Kasih seperti yang Yesus telah ajarkan. Dengan demikian, generasi muda memiliki bekal yang baik sedari muda.

3.      Mengembalikan kesadaran penuh akan keberadaan kita Tanah Air Indonesia. Banyak orang yang lari ke luar negeri untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Akan tetapi Tuhan menghendaki supaya kita menjadi orang-orang yang peduli, dan sadar akan apa kehendak Tuhan meletakkan kita di negara Indonesia. Ia mau supaya kita pun turut membangun negara ini, bahkan dengan tindakan atau pekerjaan yang kecil sekalipun. Kesadaran kita akan hidup kita di tanah air diharapkan dapat membuat rasa memiliki akan bangsa ini semakin besar, dan kita pun jadi bisa turut membangun bangsa ini.

Kemerdekaan bangsa kita sesungguhnya bukan hanya di tangan para pahlawan pendahulu kita, bukan hanya di tangan pejabat pemerintahan, tetapi juga ada di tangan kita, tangan-tangan setiap generasi yang hadir di tengah-tengah bangsa ini. Dan sebagai umat kristiani pun kita punya peran kita juga untuk turut membangun bangsa ini seperti dasar Kasih yang telah Yesus ajarkan. Sehingga cita-cita kemerdekaan sejati yang dicitakan oleh para pendahulu kita dan oleh kita semua juga, dapat diciptakan bersama-sama, bersatu hati, dengan iman dan pertolongan Tuhan.
Dirgahayu Republik Indonesia ke-71! Tuhan memberkati kita sekalian.



Solo, 12 Agustus 2016.
a.n. Majelis Jemaat GKI Sangkrah, Solo
Emmanuela Febrima Yuliana Mouwlaka
Pdt. Mungki A. Sasmita
(yang tak sempat dipublikasikan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar